Fatwa Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun,
H. Tarmadji Boedi Harsono, S.E,
tentang Persaudaraan Menurut Pandangan SH Terate
(1). Persaudaraan Luhur
Persaudaraan yang diyakini dan dianut oleh SH Terate adalah persaudaraan yang luhur, didasari rasa saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan bertanggung jawab. Persaudaraan yang tidak memandang siapa aku dan siapa kamu, tidak dilandasi hegemoni keduniawian, seperti drajat, pangkat dan martabat, juga bukan persaudaraan yang dibatasi suku, ras, agama dan antargolongan.
(2). Persaudaraan Sejati
Persaudaraan SH Terate adalah persaudaraan sejati. Yakni persaudaraan murni yang lahir dari lubuk hati sanubari, tanpa dilatarbelakangi oleh apa dan siapa. Persaudaraan yang lahir dari insan yang sama-sama merasa senasib sepenanggungan. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran bahwa hakikat dirinya tidak berbeda dengan orang lain; yaitu berasal dari Dzat yang sama, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Sebab SH Terate meyakini, bahwa semua manusia yang hidup di muka bumi ini pada dasarnya sama. Titah sakwantah . Makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(3). Persaudaraan Tunggal Banyu
Dalam tradisi masyarakat Jawa, kita mengenal beberapa istilah sedulur (saudara). Antara lain, sedulur tunggal ibu bapak (saudara kandung), keponakan (kemenakan), sedulur temu gedhe, sedulur ipe (ipar), sedulur kadang katut (saudara ipar dari adik atau kakak), dan lain sebagainya. Konsep paseduluran(persaudaraan) ini pada dasarnya terangkai dalam sistem, hukum dan aturan yang berbeda-beda.
Sedangkan ditinjau dari sudut etimologi ; kata “Persaudaraan” berasal dari bahasa Sanskrit. “Sa-udara”,mendapat imbuhan “per-an” berarti hal bersaudara atau tentang tata cara menggolong ikatan yang kokoh sebagai jelmaan “sa (satu)”, udara (perut) atau kandungan. Ibarat manusia dilahirkan dari satu kandungan (perut) maka mereka harus dapat bersatu padu secara tulus, dan selalu ingat akan awal mulanya, (eling marang dalane).
Sementara jika ditinjau dari susunan katanya, kata persaudaraan terdiri atas kata dasar “saudara” yang mendapatkan prefik “per” dan sufik “an”. Dan jika ditinjau dari segi nosi, konflik per-an pada kata “persudaraan” berarti membentuk kata tersebut menjadi sebuah kata benda abstrak. Artinya, persaudaraan itu sendiri adalah abstrak adanya. Dan hanya dapat dirasakan oleh orang yang menjalaninya. Selebihnya hanya dapat dilihat dari sikap yang ditampilkan seseorang terhadap orang lain.
Bagaimana sistem persaudaraan di SH Terate? Persaudaraan di SH Terate menganut sistem ”paseduluran tunggal banyu”. Artinya utuh dan menyatu. Banyu atau air itu, ibaratnya, selalu menyatu dan tak terpisahkan, sekalipun dibelah dengan pedang, ia akan menyatu kembali. Meminjam istilah Jawa : ”Datan pinisah senajan tinebas pedang ligan” ( Tak akan terbelah sekalipun ditebas dengan pedang).
(4). Penjabaran Rasa Saling Sayang Menyayangi
Pada dasarnya manusia yang hidup di muka bumi ini umatnya Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Kita itu sama. Baik manusia yang hidup di Indonesaia, Eropa, Amerika, di Malaysia, Timor Leste, di Australia, sama. Toh, kita ini tidak minta lahir di mana pun, tiba-tiba lahir di sini, jadi wong Amerika, jadi wong Jawa. Karena kita sama, sama-sama umat Tuhan, maka harus saling sayang menyayangi. Tidak ada gunanya kalau kita saling bermusuhan.
Rasa saling sayang menyayangi ini harus diwujudkan dengan tindakan nyata. Tidak hanya diomongkan. Tidak hanya dimimpikan. Sebagai misal, jika ada saudara kita sakit, maka kita harus ikut prihatin. Kita sempatkan untuk besuk. Harus memberikan dorongan semangat agar saudara kita yang sakit lekas sembuh.
Sebaliknya, jika mendengar saudara kita mendapat kebahagiaan, harus ikut merasa senang. Jangan lantas iri, dengki. Dalam bahasa jawa lebih dikenal dengan istilah “jiniwit katut”(ikut merasakan sakit jika salah seorang di antara kita disakiti) atau “tiji tibeh, yaji yabeh: mati siji mati kabeh, mulya siji mulya kabeh”(sama suka sama rasa)_.
(5). Cinta Tak Terbatas Sama Dengan Pembunuhan
Harus diingat, rasa saling sayang menyayangi itu ada batasnya. Cinta itu ada batasnya. Karena cinta yang tidak ada batasnya sama dengan pembunuhan.
Contoh kasus, anak kita jatuh sakit. Misalnya, sakit kanker ganas. Sudah puluhan dokter dan ahli pengobatan alternative kita datangi dalam rangka ikhtiar. Akan tetapi anak tak kunjung sembuh. Dokter lantas menyuruh anak dioperasi. Mendengar itu, sudah barang tentu sebagai bapak, kita jadi deg-degan. Dengan operasi, berarti tubuh anak tercinta, akan dibedah, dijahit.
Di sini jiwa bapak diuji. Bapak akan merelakan anak yang dicintai dioperasi sebagai ikhtiar kesembuhan anak atau membiarkan anak terus menerus digerogoti kanker. Kalau cinta bapak pada anak tak terbatas, membabi-buta, maka bapak tidak akan merelakan anaknya dioperasi. Sebaliknya, jika bapak menyadari bahwa cinta itu ada batasnya, maka dengan keasadaran dan keyakinan serta kepasrahan kepada Tuhan, ia merelakan dokter mengoperasi anaknya. Mengangkat tumor ganas dari tubuh anak. Harapannya, agar anak tercinta bisa sembuh.
Soal setelah anak dioperasi, ternyata gagal, itu urusan lain. Urusan Tuhan Yang Maha Esa. Karena mati itu hukumnya wajib bagi makhluk hidup. Sebagai manusia kewajiban kita berikhtiar. Soal hasilnya, kita serahkan pada Tuhan.
Dalam lambang SH Terate, pengertian cinta itu ada batasnya disimbolkan dengan hati berwarna putih, berbatas merah.
(6). Penjabaran Saling Hormat Menghormati.
Pada hakikatnya, kehidupan manusia ini hanya melaksanakan tugas yang telah digariskan Tuhan. Manusia tinggal menjalani apa yang sudah dikapling-kapling oleh Tuhan. Ada yang jadi guru, masinis, jendral, pengusaha dan lain sebagainya.
Menyadari bahwa status kita ini hanya kaplingan Tuhan, hanya titipan yang suatu saat pasti diambil oleh Yang Punya, lalu apa gunanya kita ini sombong, iri, dengki, jahil, methakil. Apa gunanya kita saling melecehkan satu dengan yang lain, saling bermusuhan, saling gontok-gontokan (bertengkar).
Menyadari bahwa status yang kita sandang ini hanya titipan Tuhan, maka tugas kita, harus saling hormat menghormati.
Penghormatan dan penghargaan terhadap eksistensi manusia dan kemanusiannya ini harus kita pegang teguh. Sebab, pada hakikatnya manusia ini tidak akan mampu hidup sendiri. Manusia hidup di muka bumi ini saling membutuhkan. Sebab, setiap individu punya kelebihan dan kekurangan. Contoh, berapa puluh orang yang ikut andil untuk membuat baju yang sekarang kita pakai ini? Sekalipun saudara itu seorang ahli perancang busana, apakah saudara mampu membuat pakaian untuk dipakai saudara sendiri?
Saeorang perancang busana hanya ahli di bidang mendisain mode pakaian. Tapi, benang, kapas sebagai bahan baku benang, mesin jahit, listrik yang digunakan untuk menjahit, juga jarum mesin jahit yang saudara gunakan, apakah semuanya saudara buat sendiri tanpa bantuan orang lain?
Contoh lain, berapa puluh orang pula yang ikut andil untuk memproduk makanan yang kita komsumsi tiap hari? Kata lain, dalam hidup ini kita selalu butuh bantuan orang lain, sesuai dengan kelebihan dan kekurangan kita masing-masing.
(7). Penjabaran Saling Bertanggung Jawab
Agar persaudaraan yang telah terjalin di SH Terate tetap utuh, maka persaudaraan itu harus didasari rasa saling bertanggung jawab. Tidak ada dalam konsep paseduluran (persaudaraan) yang bertanggung jawab itu hanya ketua atau pengurus. Karena SH Terate ini organisasi paseduluran, semuanya harus ikut bertanggung jawab. Yakni, saling bertanggung-jawab terhadap apa yang telah diajarkan, diyakini, dan diamalkan.
Karena pertanggung-jawaban dalam konteks paseduluran adalah tanggung jawab moralitas terhadap apa yang telah diperbuat oleh pribadi masing-masing. Siapa berbuat, harus berani bertanggung jawab. Ini konsekuensi logis dari konsep ajaran Setia Hati. Setia pada dirinya sendiri.
(8). Tidak Ada Istilah Mantan Saudara di SH Terate
Persaudaraan di SH Terate itu tidak dilatarbelakangi apa pun dan juga tidak bisa dipengaruhi oleh siapa pun. Malah dalam beberapa kasus, tatarannya kadang-kadang lebih berat sedulur tunggal banyu ketimbang sedulur tunggal bapak ibu.
Sedulur tetap sedulur (saudara tetap saudara). Karena itu, di SH Terate tidak ada istilah mantan sedulur. Sekali masuk di SH Terate, selama itu pula kita harus tunduk, patuh serta taat pada aturan di SH Terate. Kalau kita membuat ulah sendiri, cindra janji (melanggar larangan atau pepacuh), berarti kita melanggar sumpah sendiri. Kalau kita cidra janji sama artinya kita berkhianat pada diri sendiri.
9) Mangro Tingal
Mangro tingal itu artinya bersikap mendua, berkeyakinan ganda atau bekepala dua. Sanepan dalam bahasa Jawa-nya “mBang cinde mbang ciladan”. Kata lebih keras dan tajam untuk menyebut pengertian ini adalah munafik.
Mangro tingal,merupakan sikap yang tidak terpuji. Sebab sikap ini akan membuat seseorang menjadi tidak punya prinsip yang tetap dan selalu berubah ubah. Biasanya, cenderung mencai enaknya. Pokok lebih enak dan menguntungkan, itu yang dipegang. Sisi lain yang dirasa tidak enak, dibuang, disingkirkan.
Ibarat suami, mangro tingal ini seperti halnya suami yang beristri dua. Dalam kondisi tertentu, seorang yang beristri dua, pasti akan ngrasani sana sini. Jika beada di depan istri pertama, ia akan ngrasani kejelekan istri kedua. Sebaliknya, ia akan membicarakan kejelekan istri kedua, jika ada di depan istri pertama.
Dampak mangro tingal, akan menjauhkan seseorang pada nilai nilai keluhuran budi dan tidak memiliki jiwa ksatria dan jauh dari kesetiaan.Sikap ini jelas akan membahayakan diri sendiri dan kelompoknya. Karena, seseorang yang mangro tingal, dia tidak akan bisa dipercaya dan tidak bisa menjaga atau menyimpan rahasia. Selain itu, seorang yang mangro tingal, ia akan dengan mudah cidra janji (mengingkari janji) karena dalam jiwanya telah tumbuh bibit bibit kemunafikan. Dan salah satu sifat seorang yang menafik, jika dipercaya pasti dia akan berkhianat.
Sadar akan kelemahan dan bahaya tersembunyi dati sikap mangro tingal ini, SH Terate menempatkan mangro tingal sebagai salah satu klausul pelanggaran pepacuh. Tidak hanya itu, SH Terate juga menempatkan warga yang mangro tingal pada posisi cidra janji (ingkar janji). Sebab, SH Terate mengajarkan nilai nilai ke-setia hatian-an dan keluhuran budi. Sikap mangro tingal, sangat bertentangan dengan nilai nilai kesetiaan dan keluhuran budi.
(10). Sanksi Pelanggaran Pepacuh
Jika warga SH Terate cidra janji (melanggar pepacuh), sekalipun secara organisatoris SH Terate diam, karena mungkin tidak kamanungsan (tidak ada orang yang tahu), yakinlah, dampaknya akan menimpa diri kita sendiri. Sapa nandur bakal ngundhuh (siapa menanam akan memetik buahnya).
Jadi, sanksi terhadap pelanggaran pepacuh atau pelanggaran sumpah di SH Terate terkait dalam konteks ini, sebenarnya adalah sanksi moral. Karena, konteksnya memang berada di ranah normatif. Karena itu, saya tegaskan, setiap warga SH Terate harus memahami betul apa makna persaudaraan di SH Terate ini.
Lalu bagaimana kalau ada saudara kita yang cidra janji? Tugas kita adalah mengingatkan. Konteksnya, saling menghamat-hamati. Jika dielingake (diingatkan) masih belum sadar, karena mungkin masih lupa, kita ingatkan lagi. Satu, dua kali, tiga kali, kita ingatkan belum juga mau sadar, terpaksa kita tinggalkan dulu. Jika saudara kita yang cidra janji itu kebetulan pegang jabatan dalam kepengurusan, sementara diistirahatkan dulu. Tapi tetap kita rangkul dan kita ingatkan. Jangan dimusuhi. Sebab sejelek apa pun, dia itu saudara kita, yang punya hati nurani. Kemudian kita doakan dengan sebuah keyakinan, bahwa, pada saatnya, dia pasti akan sadar.
(11). SH Terate Tidak Bicara Soal Tingkatan
Persaudaraan di SH Terate tidak berbicara soal tingkatan. Tingkatan dalam pelajaran SH Terate, hanya diberlakukan pada sistem pengajaran. Tujuannya untuk mempermudah proses penyampaian informasi atau pelajaran.
Dalam proses belajar mengajar, memang terdapat perbedaan muatan pelajaran. Pelajaran tingkat satu, berbeda dengan tingkat dua, pelajaran tingkat tiga berbeda dengan pelajaran yang diberikan pada tingkat satu dan dua. Misalnya, tingkat satu nek gegeran antem-anteman ( tingkat satu kalau berkelahi pukul-pukulan). Karena isone mung antem-anteman (Bisanya pukul-pukulan). Gak kenek tangane, sikile (Tidak dapat tangannya, kakinya). Tapi kalau tingkat dua, gak enek gelut (Tidak ada istilah berkelahi). Tabu bagi tingkat dua gawe susahe wong (membuat susah orang lain, mencelakai orang lain). Tingkat II itu harus mampu menjadi contoh dan mampu menjalankan ajaran SH sedalam-dalamnya.
Jurus Tingkat II hanya 15. Nek sambung pasangan ngisor (Kalau sambung pasangannya bawah). Pasangannya rendah. Artinya, watak orang itu harus andhap asor (santun). Tidak boleh sombong.
Jadi warga Tingkat II itu harus mampu memberi contoh suriteladan pada adik-adiknya. Bersikap santun dan mampu memberikan pengayoman pada masyarakat.
(12). SH Terate Jangan Dibawa ke Mana-Mana
Tapi Biarkan Ada di Mana-Mana
Saya sering mengatakan, SH Terate itu merupakan sosok organisasi paseduluran yang memiliki nilai spesifik dan unik. Ia tidak bisa dibawa ke mana-mana. Tidak bisa di bawa ke pemerintahan, organisasi masa, organisasi politik dan organisasi yang lain. Karena yang dibangun di SH Terate itu konsep paseduluran (persaudaraan). Maka saya meminta, SH Terate ini jangan dibawa ke mana-mana. Tapi biarkan SH Terate ada di mana-mana.
(13). Cinta Kasih Sesama Manusia
Yang dikembangkan di SH Terate ádalah cinta kasih sesama manusia. Cinta kasih yang berangkat dengan hati tulus dan bersih. Dan, dengan hati yang bersih itu pula kita dengan lantang mengatakan, yang benar adalah benar, yang salah adalah salah. Dengan hati tulus dan bersih itu kita berjuang membela kebenaran dan memberantas kemungkaran.
Kalau kita hayati benar ajaran ini, hidup ini ayem tentrem. Saya sering mengatakan, orang SH Terate itu tidak mau diperintah, tidak mau diatur, tapi kita akan tunduk pada aturan dan hukum yang berlaku. Misalnya, kalau hita hidup di lingkungan ya kita harus tunduk aturan dan hukum di lingkungan. Kalau kita hidup di sebuah negara ya kita harus tunduk dan patuh pada aturan dan hukum negara.
(14). Ojo Seneng Gawe Ala Ing Liyan, Apa Alane Gawe Seneng Ing Liyan
SH Terate mengajak warganya untuk guyup rukun. Ojo seneng gawe ala ing liyan apa alane gawe seneng ing liyan (Jangan suka membuat susah atau mencelakai orang lain, apa jeleknya membuat senang orang lain).
Yang diajarkan oleh SH Terate itu guyup rukun. Tidak suka membuat susah orang lain (Aja sok gawe susah ing liyan) tapi setiap saat kita harus siap dan ikhlas membuat orang lain terayomi, membuat orang lain bahagia (Apa alane gawe seneng ing liyan).
Jangan mempunyai prasangka buruk terhadap orang lain. Jangan iri, dengki, jahil methakil, dakwen salah open. Semua sifat itu harus dihindari. Artinya, kita harus berpikiran positif dan setiap saat ikhlas memancarkan cinta kasih kepada sesama. Kalau bisa menghayati ajaran ini, kita akan bisa hidup ayem tentrem di SH Terate.
Dalam ajaran SH Terate, bila antarsesama warga telah mencapai kadar persaudaraan semacam ini, dikatakan bahwa kita sudah “ketemu rose” (bertemu rasa-nya).
(15). Arti Sanepan Lumah Kurepe Ron Suruh (Penampang Sirih)
Kita ibaratkan kemudian, bahwa persaudaraan dalam SH Terate adalah persaudaraan yang dalam “sanepan” dikatakan: “Kadya lumah kurepe ron suruh. Dinulu seje rupane, nanging ginigit tunggal rasane” (Seperti penampang daun sirih. Jika dilihat beda rupanya, akan tetapi jika digigit sama rasanya).
Ojo sok gawe olo ing liyan. Sebab, kalau kita membuat susah orang lain, kasihanlah. Logikanya begini, dalam mengarungi kehidupan, orang itu belum tentu bahagia. Ibaratnya, hidup ini saja spekulasi. Kalau kita buat orang itu susah kan kasihan. Karena kesusahan orang itu jadi dobel. Ini hakikatnya.
(16). Jangan Menghina Mahluk Tuhan
Kemudian, kalau kita mau merenung lebih dalam lagi, manusia itu, baik kaya, miskin, tampan, jelek, semua ciptaan Tuhan. Kalau kita membuat susah orang lain, sama artinya kita melecehkan ciptaan Tuhan. Tidak menghargai ciptaan Tuhan. (Pertanyaan yang harus dikedepankan) Kalau kita membuat susah orang lain, sekalipun orang itu tidak marah, karena mungkin segan atau takut pada kita, apakah Tuhan, yang membuat orang itu, akan diam? Apakah Tuhan tidak marah karena ciptaannya kita lecehkan?
(17). Jalani Hidup Ini Dengan Rasa Syukur
Jangan melihat kehidupan ini hanya satu sisi. Jangan melihat orang dari harta, drajat, pangkatnya saja. Kita harus melihat kodratnya manusia menjalani hidup ini. (Yakni), setiap orang pasti akan menghadapi kendala, menghadapi rintangan. (Sebaliknya) setiap
orang juga sama-sama diberi anugrah. Tugas kita sebenarnya hanya sensyukuri apa pun yang diberikan Tuhan pada kita. Kedua, selalu berdoa agar hidup kita ini bahagia.
Seneng (bahagia) sendiri, secara lahiriah bukan berarti kita ini harus sugih mblegedug (kaya raya). Sebab kekayaan tidak diukur dengan materi. Ibaratnya sugih tanpa banda. Kalau saya boleh memilih, saya lebih suka cukup sajalah.
Contohnya, tukang mbubuti suket (pencari rumput). Dia akan bisa hidup dengan tentram kalau kebutuhannya tercukupi. Atau, dia sendiri merasa kebutuhannya cukup dan bisa mensyukuri nikmat. Karena belum tentu, kalau kita jadi presiden, jadi ratu, terus merasa cukup.
Nah, kalau kita membuat orang lain seneng, kita juga akan seneng. Seneng itu bermacam-macam. Bukan berarti kita menyenangkan orang lain itu dengan memberikan bantuan. Tidak harus. Tapi, kita bisa berikan mereka pengayoman, kedamaian, sehingga mereka merasa terayomi.
Kalau kita bisa hidup berdampingan dan membuat orang lain itu seneng, maka ibaratnya, kita sudah menanam benih kehidupan. Wong kang nandur bakal ngundhuh (Orang yang menanam akan memetik buahnya). Sapa sing miwiti bakal mungkasi (Siapa berbuat dia akan menerima akibat dari perbuatannya). Kalau kita membuat orang lain seneng, maka kita juga akan dicintai orang lain. Kita akan dicintai Tuhan. Sehingga hidup ini nikmat. Kita bisa hidup damai berdampingan dengan tetangga dan lingkungan.
(18). Harus Bisa Mengukur Diri Sendiri
Perbedaan dan persaingan itu wajar. Karena manusia itu universal. Punya kelebihan dan kekurangan. Karena itu, kita harus mampu mengukur diri sendiri. Jangan bandingkan saya dengan presiden. Apalagi jika alat ukurnya kebendaan. Jauh itu. Kekayaan saya dengan presiden tidak akan sebanding.
Tapi yakinlah, kebahagiaan dan kesedihan manusia itu sama. Saya dan presiden sama-sama menginginkan kebahagiaan. Juga sama-sama sering merasa sedih. Setiap manusia hidup mengalami masa-masa bahagia dan kesedihan. Yang berbeda takarannya. Yang berbeda hanya nilai-nilai kebendaan saja. Itu pun hanya sesaat. Dan itu semua ada batasnya. Seorang tukang becak akan merasa bahagia sekali jika setelah ia bekerja nggenjot (mengayuh) becak seharian, mendapat rejeki seratus ribu rupiah. Tapi presiden? Apa cukup seorang presiden hidup dengan seratus ribu sehari?
(19) Koreksi Diri Sendiri Sebelum Mengoreksi Orang Lain
Sebelum mengkritik orang lain, tolong koreksi dirimu sendiri. Apakah aku ini sudah patut. Minimal patut menjadi contoh dan suriteladan di tingkat keluarga. Kalau di tingkat keluarga sudah baik, kemudian di tengah lingkungan. Sesudah itu di tengah-tengah masyarakat luas.
Sebelum ngrasani atau mengkritik orang lain, mari kita kenali diri sendiri. Sehingga paling tidak orang SH Terate harus bisa instropeksi. ”Lho lho nek ngono aku iki elek, nek aku dewe elek ngopo aku ngelokake wong, wong aku dewe yo elek.(Lho, kalau begitu aku ini jelek. Kalau aku sendiri masih jelek, kenapa aku mengkritik orang lain, wong, aku sendiri masih jelek).
(20). Tugas Kita Menjaga Keutuhan Persaudaraan
Tugas dan kewajiban kita di SH Terate adalah menjaga persaudaraan yang telah kita yakini ini demi terwujudnya kedamaian dan kelestarian dunia (Mamayu hayuhning bawana).
Persaudaraan ini, akan tetap utuh kalau kita ini tidak merasa, aku sing paling kuat, aku sing paling pinter aku sing paling ngerti (Adigang, adigung, adiguna). Kita dididik penuh kesederhanaan. Status yang kita sandang saat ini hanya titipan sementara. Dan, itu tidak akan berpengaruh di dalam paseduluran(persaudaraan).
Namun demikian, perlu saya tegaskan, tolong esensi persaudaraan ini jangan disalah artikan. Persaudaraan yang sudah “ketemu rose” jangan dirusak. Harus dipahami dan dihayati serta dilaksanakan dengan benar.
Persaudaraan yang tidak memandang siapa “aku” dan siapa ”kamu” itu bukan berarti tanpa batasan. Tidak memandang siapa “aku” dan siapa “kamu” itu tolong jangan “digebyah uyah”
Sebab Persaudaraan di SH Terate itu adalah persaudaraan yang tetap menjujung tinggi “unggah-ungguh”, tata krama atau sopan santun, sesuai dengan norma dan budaya bangsa.
(21). Tidak ada Istilah Guru dan Murid Dalam SH Terate
Karena prinsip dasar ajaran SH Terate itu persaudaraan maka dalam proses pembetukan jatidiri warga di tubuh SH Terate, yang direalisasikan dengan latihan pencak silat, tidak ada istilah guru dan murid. Yang ada hanyalah hubungan antara saudara tua dan muda. Kakak dan adik.
Korelasinya, saudara yang lebih “muda” harus menghormati saudara “tua”. Istilahnya; adik harus menghormati kakak-kakaknya. Sopan dan santun. Sebaliknya, kakak harus menyayangi adik-adiknya, harus bisa memberikan contoh dan teladan yang baik. Tidak boleh semena-mena. Tidak boleh merasa paling senior, kemudian bertindak semaunya sendiri.
Karena itu, tradisi panggilan di SH Terate yang ada hanya dua panggilan. Kakak atau Mas dan Adik atau Dik. Mas-Mas kita dulu, sering menggunakan panggilan kepada adik-adiknya dengan cara di balik. ”Dik” dibalik jadi ”Kid”. Sekalipun begitu, mereka tetap santun. Bahkan, Mas Imam (RM Imam Koesoepangat) memberi contoh penghargaan dan rasa kasih sayang kepada adik-adiknya ini dengan”basa” (memakai krama inggil dalam tataran dialog Bhs Jawa, pen) saat berbicara.
(22). “Rukun Nanging Ora Kumpul” dan “Ya Kumpul Ya Rukun”
Dalam jalinan Persaudaraan Setia Hati Terate, kitamengenal dua kemungkinan terjalinan rasa persaudaraan dalam proses keberadaan hidup kita. Kemungkinan pertama adalah “Rukun Nanging Ora Kumpul”. Sedangkan kemungkinan kedua “Ya Kumpul Ya Rukun”.
Sebagai contoh, seorang diantara saudara kita, karena suatu tugas yang diamanatkan kepadanya harus pergi dan berpisah meninggalkan kita. Maka dengan tulus, kita harus merelakan kepergiannya. Lain waktu, karena tugas dan tanggung jawab, kita harus pergi jauh meninggalkan saudara-saudara kita, dan kita pun harus pergi dengan niat dan tekad utama. Ibaratnya, “aluwung orang kumpul nanging rukun tinimbang kumpul nanging ora rukun”(leboih baik tidak berkumpul tetapi rukun daripada berkumpul tetapi tidak rukun). Sebab, PSHT menitikberatkan pada jalinan persaudaraan yang tulus dan rukun daripada kumpul. Artinya, meskipun kita terpisahkan oleh ruang dan waktu, tetapi jiwa kita tetap menyatu. Kalau bisa, “Ya Kumpul Ya Rukun” (berkumpul dalam satu wadah dan rukun).
(23). Sistem Kontrol Persaudaraan (Saling menghambat-hambati)
Lantas kini, timbul satu pertanyaan; bagaimanakah agar kerukunan itu dapat terpelihara dengan baik? Formulanya adalah, kita harus kembali menjaga dan membina persaudaraan yang merupakan inti dari kerukunan itu sendiri. Salah satu wujud pembinaan dalam upaya menjaga persaudaraan itu, diantaranya adalah saling menghamat-hamati.
Kemauan untuk saling menghamat-hamati, ini merupakan sistem kontrol dari dan untuk Keluarga Besar PSHT. Dalam istilah yang lebih populer sering disebut sebagai “waskat” (pengawasan melekat).
Artinya, masing-masing personel yang berada di dalam wadah Persaudaraan Setia Hati Terate secara aktif harus bisa melakukan pengawasan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap yang lain. Dengan sistem kontrol ini, setiap anggota harus berani memberikan nasihat atau teguran jika mendapati salah seorang saudaranya melakukan kesalahan atau keluar dari rel yang telah digariskan. Dengan catatan jangan mencari-cari kesalahan. Kalau terpaksa kita harus memberikan teguran, sampaikan dengan persuasif atau teguran yang bersifat mendidik (among rasa).
(24). Berdosa Tanpa Berbuat
Membiarkan seseorang melakukan kekeliruan, padahal kita tahu bahwa akibat dari tindakan keliru itu akan membahayakan orang itu sendiri, berarti secara tidak langsung kita ikut menjerumuskan orang tersebut ke jurang kenistaan. Lain kata, kita ikut menanggung dosa atas perbuatan orang itu. Dalam Persaudaraan Setia Hati Terate dikenal dengan istilah “dosa tanpa berbuat”.
Maka yang terbaik bagi kita adalah katakan yang sebenarnya jangan yang sebaiknya dan katakan yang benar sekalipun itu pahit. Berikan peringatan jika melihat saudara kita melakukan kekeliruan, ketimbang membiarkan saudara sendiri terjerumus ke lembah kenistaan (tega larane ora tega patine).
Sebaiknya, bagi anggota yang merasa melakukan kekeliruan dengan tulus harus bisa menerima nasihat itu. Jangan lantas membenci saudaranya yang memberi teguran. Ini mengingat bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Manusia itu tak luput dari kekhilafan dan kekeliruan. Melihat kelemahan diri sendiri lebih sulit ketimbang mencari kekeliruan orang lain. Dalam pepatah sering dikatakan “gajah di pelupuk mata tak terlihat, kuman di seberang lautan tampak jelas”.
(25). Platform SH Terate Bukan Pencak Silat Tapi Paseduluran
Platform SH Terate paseduluran. Jadi, jangan dibalik. Pencak silat jadi platform, paseduluran belakangan. Tidak begitu. Kalau begitu, akan buyar pasedulurane. (Akan hancur persaudaraannya)
SH Terate itu, organisasi pelestari budaya bangsa. Tapi orangnya, orang yang beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ibaratnya, kita ini dekat kepada Allah swt.
Kini saatnya SH Terate berubah, kembali ke jatidiri dan menunjukkan jatidiri. Tapi harus diingat, platformnya adalah paseduluran. Kalau kita mengejar prestasi dalam olah raga pencak silat, kita harus paham bahwa pencak silat itu olah raga bela diri adiluhung warisan leluhur yang tetap menjunjung tinggi sopan dan santun. Menjunjung tinggi keluhuran budi.
____________________
(Disampaikan sebagai bahan referensi dalam acara Temu Kadang di Padepokan Agung SH Terate Pusat Madiun, Mei 2013)
Sumber: http://www.shterate.or.id/hakikat-persaudaraan-sejati/
Saya ingin ikut PSHT, gimana caranya?
BalasHapus